PEREKONOMIAN INDONESIA

1. Kelemahan ukuran pertumbuhan ekonomi.
Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Menurut M. Suparmako dan Maria R. Suparmako ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi.
a. Produk Domestik Bruto PDB
Seperti kita ketahui dan pelajari di Kelas X, PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak dapat mencerminkan kesejahteraan penduduk sesungguhnya.
b. PDB per Kapita atau Pendapatan per Kapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan per kapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.
c. Pendapatan per Jam Kerja
Ukuran ini merupakan ukuran yang paling baik dipakai untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama. Contoh bila industri penerbitan di Indonesia gaji seorang editor junior Rp1.500.000,00 dengan jam kerja 160 jam sebulan, maka upah per jamnya hanya Rp9.375,00, sedangkan di Amerika Serikat upah seorang editor junior misalkan Rp5.000.000,00 dengan jam kerja yang lama yang berarti upah per jamnya adalah Rp. 31.250,00. Berarti bisa dianggap ekonomi AS lebih baik dibandingkan Indonesia. Dan kenyataannya memang demikian.
d. Usia Harapan Hidup
Di sekitar tahun 1950, misalkan usia harapan hidup orang Indonesia adalah 50 tahun, tetapi sekarang usia harapan hidup orang Indonesia telah meningkat, misalnya menjadi 60 tahun. Dari meningkatnya usia harapan hidup ini dapat diketahui bahwa telah terjadi pertumbuhan ekonomi dan dapat juga simpulkan, negara yang mempunyai usia harapan hidup lebih tinggi dari negara lain lebih maju dibandingkan negara lain.
Contohnya adalah Jepang.
Di kawasan Asia Pasifik untuk mengukur pertumbuhan ekonomi juga memerhatikan beberapa komponen seperti yang dilakukan ESCAP (Economic and Sosial Commission for Asia and the Pasific), yaitu.
1) Adanya penemuan sumber-sumber produksi baru dan apakah sumber produksi yang ada atau yang lama telah digunakan dengan baik dan dapat dipertahankan (stock of resources or productive assets approach),
2) Membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun (flow of output approach), dan
3) Membandingkan tingkat konsumsi dari tahun ke tahun dan juga besarnya tingkat investasi dari tahun ke tahun (level of living approach).
2. PENDAPATAN PERKAPITA
Pendapatan per kapita bermakna jumlah uang yang seseorang penduduk akan terima jika pendapatan negara tahunan dibagikan kepada setiap penduduk dengan sama rata. Ini biasanya dilaporkan dalam unit mata uang. Pendapatan per kapita biasanya digunakan untuk membandingkan negara, ia juga digunakan untuk membandingkan kawasan perbandaran di dalam negara. Untuk membandingkan pendapatan per kapita di dalam sebuah komuniti, jumlah pendapatan perseorangan komuniti itu dibahagikan dengan bilangan penduduk.
Pendapatan per kapita sebagai ukuran kekayaan
Pendapatan per kapita seringnya digunakan sebagai ukuran kekayaan penduduk di dalam sebuah negara, khususnya dalam pembandingan antara negara. Ia biasanya diungkapkan melalui mata uang antarbangsa yang biasa digunakan seperti euro atau dolar Amerika Serikat. Pendapatan per kapita amat berguna bukan saja kerana ia dikenali secara meluas tetapi juga karena ia menghasilkan statistik yang jelas dan mudah untuk pembandingan.
Bagaimanapun, pendapatan per kapita mempunyai beberapa kelemahan sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi. Ada dua garis besar kelemahannnya:
1. Perhitungan pendapatan per kapita pada umumnya didasarkan pada nilai mata uang dolar (US $). Padahal daya beli dalam negeri sesuatu mata uang seringkali tidak sama dengan nilai tukar mata uang yang bersangkutan terhadap dolar.
2. Pengertian berdasarkan pendapatan per kapita mengabaikan unsur keadilan masyarakat dan pemerataan. Pendapatan per kapita sebagai hasil-bagi dari total pendapatan terhadap jumlah penduduk boleh jadi meningkat karena peningkatan total pendapatan yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk. Padahal peningkatan total pendapatan itu boleh jadi hanya berasal dari pendapatan sekelompok kecil anggota masyarakat. Akibatnya, pembangunan dianggap telah berlangsung secara meyakinkan, sementara sebagain besar penduduk lain, tidak mengalami perubahan. Dampak dari pengertian yang demikian terlihat pada pemihakan berbagai kebijakan publik pada kepentingan golongan yang berpendapatan tinggi.
3. ISU G20 (INDONESIA)
Curah Gagasan: Indonesia dan arah ke Depan G20 Pasca Krisis Ekonomi Global, Jogjakarta, 11-12 Maret 2010
Indonesia perlu memainkan peran strategis dalam G20 agar mendorong tercapainya komitmen kerjasama ekonomi global di era pasca krisis dengan manfaatkan kaitan strategis antara pembahasan isu keuangan dan non keuangan dalam G20.
Pada tanggal 11 Maret 2010, Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri telah menyelenggarakan acara Curah Gagasan: Indonesia dan arah ke Depan G20 Pasca Krisis Ekonomi Global, di Hotel Melia Pulosari, Yogyakarta. Pertemuan yang membahas posisi Indonesia dalam melaksanakan komitmen KTT G20 Pittsburgh menghadirkan 40 pemangku kepentingan dari 10 Kementerian dan lembaga antara lain Kementerian Keuangan, Luar Negeri, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Perdagangan, ESDM dan BAPPENAS, PPATK serta Bank Indonesia. Hadir pula mantan Dubes Soemadi Brotodiningrat, sebagai Moderator, dan Dr. Maria Monica Wihardja dari CSIS selaku nara sumber dari unsur masyarakat madani.
Dalam pembukaannya Ghafur A. Dharmaputra, Direktur Pembangunan Ekonomi Lingkungan Hidup atas nama Direktur Jenderal Multilateral menyampaikan bahwa pertemuan curah gagas dan rapat koordinasi yang pertama untuk 2010 sangat pentingnya guna meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar instansi sebagai persiapan KTT G20 di Toronto (24-25 Juni) dan Seoul (11-12 November). Selain itu, pertemuan juga menjadi kesempatan untuk memperoleh masukan dari kalangan akademisi/masyarakat madani.
Pertemuan ini mengangkat tema utama kaitan strategis pembahasan isu keuangan dan non keuangan dalam G20 sebagai antisipasi kerjasama keuangan global di era paska krisis keuangan yang bertopang pada pola pertumbuhan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan dan berimbang (Framework for Strong Sustainable and Balanced Growth).
Pertemuan juga meng-update perkembangan dan rumusan posisi Indonesia dalam melaksanakan komitmen bidang isu keuangan (Ekonomi Makro, Reformasi Lembaga Keuangan Internasional, Penguatan Regulasi Keuangan termasuk isu Non-Cooperative Jurisdiction) dan isu non keuangan (tenaga kerja, pendanaan perubahan iklim, pengurangan subsidi BBM, keamanan pangan dan perundingan Doha Development Round). Selain itu, dibahas pula isu kelembagaan G20 dan wacana masa depan forum ini sebagai forum yang membahas restrukturisasi arsitektur global.
Persiapan Indonesia untuk isu keuangan dalam kondisi yang lebih baik karena memiliki sektor keuangan yang relatif lebih stabil dibanding negara anggota G20 lainnya. Partisipasi Indonesia dalam merumuskan FSSBG G20 merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk mendorong kepentingan negara berkembang, khususnya penetapan isu pembangunan sebagai tema penting untuk pertumbuhan ekonomi global. Selama ini, Indonesia telah mendorong terciptanya fasilitas keuangan yang mendukung kebutuhan negara berkembang seperti pembentukan pemberdayaan Multilateral Development Banks (MDBs), Flexible Credit Line (FCL), dan Deferred Drawdown Options (DDO). Namun demikian, Indonesia harus mengantisipasi pembahasan isu Non Cooperative Jurisdiction baik dalam konteks FSB maupun FATF terkait dengan RUU Anti Pendanaan Terorisme agar tidak dimasukkan dalam daftar Non Cooperative Jurisdiction.
Terkait isu non keuangan, dibutuhkan koordinasi erat agar Indonesia memanfaatkan komitmen G20 mengenai bidang pemberdayaan tenaga kerja, pengalihan subsidi, keamanan pangan dan pendanaan perubahan iklim. Untuk isu tenaga kerja, Indonesia dipandang berhasil dan diharapkan membagikan pengalamannya di dalam program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri). Acara Curah Gagasan sepakat melakukan koordinasi sektoral lebih lanjut untuk isu penangan subsidi BBM dan Keamanan Pangan. Selain itu, perlu dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh peluang Indonesia dalam G20 untuk mendorong terciptanya reformasi tatat kelola global menuju dunia yang damai adil dan sejahtera.
G20 diawali sebagai forum Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dengan anggota Australia, Argentina, Brazil, China, Perancis, Jerman, Jepang, Italia, India, Indonesia, Inggris, Kanada, Mexico, Saudia Arabia, Afrika Selatan, Rusia, Korea Selatan, Turki, AS dan Uni Eropa. G20 diangkat menjadi forum Leaders yang berawal di Washington DC pada November 2008 dan di pada KTT Pittsburgh ditetapkan sebagai forum utama kerjasama ekonomi internasional.
Indonesia Bawa Isu “Global Expenditure Fund” Ke G20
Jakarta ( Berita ) : Pemerintah Indonesia berencana mengusung isu “global expenditure fund” (dana pengeluaran global) ke forum kelompok 20 negara (G20) pada pertengahan November 2008 di Washington, Amerika Serikat.
“Inginnya tidak banyak isu (yang dibahas), supaya didenger tiap negara membawa satu isu saja. Nanti (Indonesia) membawa isu tentang ‘global expenditure fund’ karena APBN tiap-tiap negara akan mengalami masalah krisis likuiditas dolar AS,” kata pengamat ekonomi Aviliani di Kantor Kepresidenan Jakarta, Kamis [06/11] , seusai melakukan pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut dia, global expenditure fund diharapkan akan membantu pertumbuhan ekonomi 2009. “Diharapkan negara-negara yang punya kelebihan APBN seperti China, Jepang, Australia itu bisa memasukkan dananya (ke global expenditure fund),” ujarnya.
Namun, lanjut dia, yang masih menjadi pembahasan adalah payung “global expenditure fund” itu. “Memang yang masih menjadi kendala adalah payungnya, rumahnya yang mana karena kalau rumahnya menggunakan IMF, kredibilitasnya akan dipertanyakan,” jelasnya. Menurut dia, yang paling memungkinkan adalah menggunakan Bank Dunia.
“Tapi bukan Bank Dunia, melainkan ada badan khusus dalam Bank Dunia sehingga dalam jangka menengah panjang dapat menjadi independen karena kalau membuat baru itu terlalu lama padahal kita sudah membutuhkan untuk 2009,” katanya.
Usulan Indonesia mengenai keperluan dibentuknya “global expenditure fund” tersebut akan tercantum dalam Indonesian Paper yang akan diusung Indonesia dalam forum G20.
Dalam rangka menyempurnakan penyusunan Indonesian Paper itu pemerintah secara berkala menggelar pertemuan dengan tim panelis ekonomi yang terdiri dari para pakar dan pelaku ekonomi.
Pertemuan pada Kamis (6/11) yang berlangsung selama lebih kurang tiga jam adalah pertemuan kedua sebelum Presiden Yudhoyono menghadiri pertemuan G20 di Washington.
Kekhawatiran atas dampak dari krisis ekonomi global yang berawal dari AS mengakibatkan para pemimpin dunia memutuskan menggelar pertemuan G20 pada pertengahan November 2008 guna mencari solusi krisis keuangan yang saat ini melanda dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen, Kontroler, dan Akuntansi Biaya

MANAJEMEN LOGISTIK DAN PENAWARAN BERANTAI, (EKONOMI MANAJERIAL)

10 mitos KEWIRAUSAHAAN