MANAJEMEN LOGISTIK DAN PENAWARAN BERANTAI, (EKONOMI MANAJERIAL)

2.1. MANAJEMEN LOGISTIK ATAU PENAWARAN BERANTAI
Logistic (logistik) atau penawaran berantai, merujuk pada penggabungan di tingkat korporat atas fungsi pembelian, transportasi, pergudangan, distribusi, dan pelayanan konsumen, daripada dilakukan sendiri-sendiri secara terpisah di antara mereka di tingkat divisi.
Logistik atau manajemen penawaran berantai tampaknya tidak sesederhana hanya sekedar cara mengurangi biaya transportasi, tetapi menjadikan hal tersebut sebagai keunggulan kompetitif. Sebagai contoh, pangsa pasar salah satu perusahaan perawatan kesehatan mampu meningkat secara substansial dengan menetapkan pengangkutan di malam hari kepada pengecer dan ‘jasa kemudian hari’ (next-day service) kepada pelanggan.
Pengawasan pergerakan bahan baku dan produk jadi dari tempat yang terpusat dapat mengurangi ketekoran dan surplus yang tak terelakkan yag muncul ketika fungsi-fungsi tersebut dikelola secara terpisah. Sebagai contoh, hal tersebut akan sulit dilakukan oleh perusahaan dalam menentukan keinginan kampanye promosi penjualan tanpa memikirkan biaya sediaan yang meningkat sebagai antisipasi meningkatnya permintaan. Logistic juga dapat membantu menghindarkan masalah-masalah seruius lainnya. Singkatnya, logistic dapat meningkatkan efisiensidan profitabilitas perusahaan.
Ada tiga alasan munculnya dan pertumbuhan yang cepat atas logistic:
1. Pengembanagan algoritma yang baru dan lebih cepat yang secara luas memfasilitasi pemecahan permasalahan logistic yang kompleks.
2. Pertumbuhan penggunaan manajemen persedian just-in-time, dimana pembelian input dan penjualan produk lebih rumit dan terintegrasi lebih tertutup dengan keseluruhan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan.
3. Meningkatnya kecenderungan menuju globalisasi produksi dan distribusi dunia saat ini. Dengan produksi, distribusi, pemasaran, dan aktivitas keuangan perusahaan utama dunia tersebar di seluruh dunia, kebutuhan manajemen logistic menjadi lebih penting –dan menguntungkan.
Dengan memuaskan beberapa fungsi logistic, perusahaan mencapai fleksibilitas yang lebih besar menghemat dalam pemesanan input dan meningkatkan pendapatan dalam penjualan produk.

2.2. ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA DAN TUASAN OPERASI
Analisis Biaya-Volume-Laba
Biaya-volume-laba atau analisis titik impas (cost-volume-profit or breakeven analysis) membahas hubungan antara penerimaan total, biaya total, dan laba total perusahaan pada berbagai tingkat output. Biaya-volume-laba atau analisis titik impas sering digunakan para eksekutif bisnis untuk menentukan volume penjualan yang diperlukan bagi perusahaan untuk mencapai titik impas, laba total dan kerugian pada tingkat penjualan lainnya. Analisis tersebut menggunakan grafik biaya-volume-laba di mana kurva penerimaan (TR) dan biaya total (TC).
Grafik biaya-volume-laba atau titik impas adalah alat yang fleksibel untuk menganalisis secara cepat pengaruh perusahaan berbagai kondisi terhadap perusahaan.
Analisis biaya-volume-laba dapat juga dilakukan secara aljabar, sebagai berikut. Penerimaan total adalah sama dengan harga jual (P) per unit dikalikan kuantitas output atau penjualan (Q). Sehingga, TR = (P) (Q)
Biaya total sama dengan penerimaan total ditambah biaya variabel total(TVC). Karena TVC sama dengan biaya variabel rata-rata per unit (AVC) dikali jumlah output (penjualan), kita memperoleh: TC = TFC + (AVC) (Q)
Dengan menetapkan penerimaan total sama dengan biaya total dan mensubstitusi QB (output pada titik impas) untuk Q, kita memperoleh:
TR = TC
(P) (QB) = TFC + (AVC) (Q)
Menyelesaikan persamaan diatas untuk output pada titik impas (QB) kita memperoleh
(P) (QB) - (AVC) (QB) = TFC
(QB) (P - AVC) = TFC
(QB) = TFC
P - AVC
Penyebut pada persamaan diatas disebut dengan margin kontribusi per unit (contribution margin per unit) karena mencerminkan bagian dari harga penjualan yang dapat digunakan untuk biaya tetap dari perusahaan dan memberikan laba.
Grafik dan analisis linear biaya-volume-laba sering digunakan oleh para eksekutif bisnis, agen pemerintah, dan perusahaan nirlaba, penggunaan semestinya hanya apabila asumsi harga dan biaya variabel rata-rata yang dianggap konstan berlaku. Analisis biaya-volume-laba juga mengasumsikan bahwa perusahaan memproduksi produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan.
Perhatikan, bahwa kadang-kadang beberapa perusahaan jepang menggunakan analisis biaya-volume-laba. Dibanding mendesain produk yang baru dan kemudian mengestimasi biaya untuk memproduksinya (seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Amerika), perusahaan-perusahaan Jepang kadang memulai dengan target biaya atas dasar harga pasar di mana perusahaan percaya bahwa konsumen akan membeli produknyadan kemudian memproduksi produk tersebut pada tingkat biaya yang ditargetkan. Di bawah system manajemen niaya Jepang (Japanese cost management system) semacam itu, perusahaan akan mengurangkan laba yng diinginkan dari harga jual yang diharapkan dan kemudian mengalokasikan target biaya kepada masing-masing bagian, komponen, dan proses yang dibutuhkan untuk memproduksi produk tersebut sedemikian rupa guna memastikan biaya berada pada target yang diinginkan.
Tuasan Operasi
Tuasan operasi (operating leverage) mengacu pada ratio biaya tetap total dengan biaya variabel total pada perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi tuasan (mengenai biaya variabel dengan biaya tetap), biaya tetap total perusahaan naik tetapi biaya variabel totalnya turn. Karena tingginya biaya overhead, maka tingkat output balik modal perusahaan naik.
Hal ini terlihat pada figure di bawah ini.

2.3. ESTIMASI EMPIRIS FUNGSI BIAYA
Estimasi empiris fungsi biaya penting untuk mencapai berbagai tujuan keputusan manajerial.
• Pengetahuan tentang fungsi biaya jangka pendek sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan tingkat output optimum pada harga yang dibebankan.
• Pengetahuan tentang fungsi jangka panjang penting dalam perencanaan untuk skala optimum pabrik yang dibangun perusahaan pada jangka panjang.
Masalah Data dan Pengukuran dalam Mengestimasi Fumgsi Biaya Jangka Pendek
Metode paling umum dalam mengestimasi fungsi biaya perusahaan jangka pendek adalah analisis regresi, di mana biaya variabel total diregresikan terhadap output dan beberapa variabl lainnya, seperti harga input dan kondisi operasi selama periode waktu di man aukuran pabrik tetap. Yang biasa diestimasi adalah fungsi biaya variabel total dan bukan fungsi biaya total karena sulitnya mengalokasikan biaya tetap ke dalam berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Fungsi biaya total perusahaan dapat diperoleh dengan hanya menambahkan estimasi terbaik dari biaya tetap total ke dalam biaya variabel total. Fungsi biaya variabel rata-rata dan fungsi biaya marginal dapat diperoleh dengan mudah dari fungsi biaya variabel total.
Fungsi biaya perusahaan didasarkan pada asumsi harga input konstan. Jika harga input naik, maka akan menyebabkan pergeseran ke atas seluruh fungsi biaya tersebut. sehingga, harga input harus dimasukkan sebagai variabel penjelas dalam analisis regresi untuk mengidentifikasi pengeruhnya secara independen terhadap biaya. Variabel bebas lainnya yang harus dimasukkan ke dalam analisis regresi adalah biaya bahan bakar dan material, kualitas input, teknologi yang digunkaan oleh perusahaan, kondisi cuaca, dan perubahan dalam kombinasi produksi dan kualitas produk. Variabel bebas atau penjelas yang benar-benar tercantum dalam regresi tergantung pada situasi tertentu yang akan diteliti.
C = f(Q, X1, X2, …Xn)
Dimana, C = biaya variabel total
Q = determinan lain dari biaya perusahaan.
Dengan menggunakan analisis regresi berganda memungkinkan kita untuk mengisolasi pengaruh perubahan masing-masing varibael bebas atau variabel penjelas antara biaya dan output, kita dapat mengidentifikasi kurva biaya vaiabel total perusahaan.
Salah satu masalah mendasar yang timbul dalam estimasi empiris fungsi biaya adalah bahwa biaya oportunitas harus dikeluarkan dari data biaya akuntansi yang ada. Sehingga, masing-masing input yang digunakan dalam produksi harus dinilai atas dasar biaya oportunitas di mana input dapat diperoleh dengan alternative penggunaannya yang terbaik ketimbang dengan pengeluaran actual untuk input tersebut.
Secara spesifik, biaya output terkait yang terlalu cepat atau ketinggalan harus disesuaikan untuk mencapai hubungan yang tepat antara biaya dan output. Manajer juga harus menentukan panjangnya periode waktu untuk mengestimasi fungsi biaya. Data bulanan selama dua atau tiga tahun biasanya digunakan. Periode waktu haruslah cukup panjang sehingga memungkinkan terjadinya variasi yang cukup lama bagi perusahaan untuk mengubah ukuran pabrik (karena dengan begitu perusahaan tidak lagi beroperasi dalam jangka pendek). Karena output biasaya diukur dalam unit fisik (misalkan jumlah kendaraan yang diproduksi secara khusus periode waktu) sementara biaya diukur dalam unit moneter, berbagai biaya harus dideflasikan dengan indeks harga yang sesuai dalam mengoreksi inflasi. Sehingga, dengan harga input yang biasanya meningkat pada tingkat berbeda, indeks harga untuk masing-masing kategori input harus digunakan guna memperoleh nilai deflasinya untuk digunakan dalam analisis regresi.

Bentuk Fungsional Fungsi Biaya Jangka Pendek
Teori ekonomi menyatakan suatu bentuk S dari kurva TVC (kubik), tetapi pendekatan linear sering memberikan ukuran empiris yang lebih baik.

Mengestimasi Fungsi Biaya Jangka Panjang dengan Cross-Sectional Regression Analysis
Estimasi empiris kurva biaya jangka panjang lebih sulit dibandingkan estimasi kurva biaya jangka pendek. Tujuan estimasi kurva biaya jangka panjang adalah untuk menetukan skala pabrik terbaik yang dibangun oleh perusahaan untuk meminimumkan biaya dalam memproduksi tingkat output yang diharapkan dalam jangka panjang. Secara teoritis, kurva jangka panjang dapat diestimasi dengan analisis regresi menggunakan baik data deret-waktu (observasi biaya-kuantitas untuk perusahaan atau pabrik yang diberikan melampaui waktu)atau data lintas bagian –cross-section data (data biaya–kuantitas untuk sejumlah perusahaan pada suatu titik yang diberikan). Dalam kenyataannya, data-deret waktu sering digunakan untuk mengestimasi fungsi biaya jangka panjang karena periode observasi harus cukup panjang agar perusahan memilki kesempatan mengubah skala pabriknya beberapa kali. Tetapi ini pasti juga melibatkan perubahan tipe produk yang diproduksi perusahaan dan teknologi yang digunakan untuk membuat estimasi yang tepat atas kurva biaya perusahaan jangka panjang, dengan analisis deret-waktu dalam praktiknya menjadi tidak mungkin. Sehingga, analisis regresi dilakukan dengan menggunakan data cross-section.
Analisis regresi dengan menggunakan data cross-section untuk mengestimasi kurva biaya jangka panjang juga memunculkan beberapa kesulitan:
• Perusahaan yang berbeda secara geografis mungkin membayar harga yang berbeda untuk input mereka, sehingga harga input harus dimasukkan bersama dengan tingkat output sebagai variabel penjelas dalam regresi.
• Sulit untuk melakukan rekonsiliasi antara perbedaan prakrik akuntansi dan operasional perusahaan yang berbeda dalam sampel.
• Berbagai perusahaan dalam sampel juga mungkin mempunyai kebijakan depresi yang sangat berbeda.

Mengestimasi Fungsi Biaya Jangka Panjang dengan Teknik Rekayasa dan Survival
Apabila data yang cukup tidak tersedia untuk melakukan estimasi kurva biaya jangka (sebagai indicator bebas dari estimasi tersebut) maka digunakan :
1. Teknik Rekayasa (engineering technique) menggunakan pengetahuan mengenai hubungan fisik antara input dan putput yang dinyatakan oleh fungsi produksi untuk menetukan kombinasi input optimum yang dibutuhkan dalam memproduksi tingkat output. Dengan mengalikan kuantitas optimum masing-masing input dengan harga input tersebut, kita memperoleh fungsi biaya jangka panjang suatu perusahaan.teknik rekayasa secara khusus bergun dalam mengestimasi fungsi biaya produk baru atau produk hasil pengembangan dari aplikasi teknologi baru, di mana data historis tidak tersedia
Kelebihan teknik rekayasa dibandingkan analisis regresi dengan data cross-section:
o Teknik rekayasa didasarkan pada teknologi saat ini, sehingga terhindarkan bercampurnya teknologi lama dan baru yang digunakan oleh perusahaan yang berbeda dalam analisis cross-section.
o Masalah perbedaan harga input karena pernedaan geografis tidak tampak.
o Banyak kesulitan dalam alokasi biaya dan masalah akuntansi dalam penilaian input yang menghambat analisis regresi juga dapat dihindari.
Masalah yang timbul dalam teknik rekayasa:
• Teknik ini hanya berhubungan dengan aspek teknis perusahaan tanpa mempertimbangkan biaya administrasi, keuangan, dan pemasaran;
• Teknik ini berhubungan dengan produksi pada kondisi ideal dibanding dengan kondisi dunia nyata;
• Teknik ini didasarkan atas teknologi saat ini, yang tidak lama lagi mungkin menjadi usang.
Teknik rekayasa ini telah sukses diaplikasikan untuk membahas hubungan biaya dengan output berbagai sector industry, seperti penyulingan minyak bumi dan produksi kimiawi.
2. Teknik Survival (survival technique). Dalam bentuknya yang asli, teknik ini hanya merumuskan bahwa jika perusahaan besar dan kecil berada industry yang sama, dalam jangka panjang skala ekonomis harus konstan atau mendekati konstan. Stigler membuat konsep ini lebih operasional dengan mengusulkan untuk mengklasifikasikan perusahaan pada suatu industry berdasarkan ukuran klasifikasi dan menghitung pangsa masing-masing klasifikasi ukuran tersebut terhadap output industry.
Strigler mengaplikasikan teknik ini untuk industry baja dan mengukur pangsa output industry dari perusahaan kecil, menengah, dan perusahaan besar pada tahun 1930, 1938, dan 1951. Stigler juga mengaplikasikan teknik ini pada industry otomatif dan menyimpulkan bahwa skala ekonomis berlaku pada tingkat output kecil, tetaapi skala hasil tetap berlaku pada tingkat output kecil, tetapi skala hasil tetap berlaku pada sisa interval output (kurva LAC tampak berbentuk L).
Meskipun teknik survival mudah diaplikasikan, teknik secara implisitt mengasumsikan bentuk kompetisi yang tinggi struktur pasar di mana teknik survival bergantung hanya pada efisiensi ekonomi. Lebih jauh lagi, teknik survival tidak memberikan kemungkinan bagi kita untuk mengukur derajat skala ekonomis atau disekonomis.

KESIMPULAN

Penentuan fungsi biaya sebuah empiris merupakan persyaratan yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang optimal. Bab ini meneliti berbagai teknik untuk menganalisis baik hubungan biaya/keluaran jangka pendek maupun jangka panjang.
Metode yang paling umum dalam mengestimasi fungsi biaya jangka pendek suatu perusahaan adalah dengan melakukan regresi biaya variabel total terhadap output, harga input, da kondisi operasi lainnya, selama periode waktu di mana ukuran pabrik tetap. Salah satu masalah fundamental yang timbul adalah bahwa biaya oportunitas harus dikeluarkan dari biaya akuntansi yang tersedia. Biaya harus dialokasikan dengan tepat ke berbagai produk yang diproduksi, dan harus sama dengan output sepanjang waktu, dan dibagi dengan indeks harga yang tepat untuk mengoreksi inflasi. Teori ekonomi menyatakan suatu bentuk S dari kurva TVC (kubik), tetapi pendekatan linear sering memberikan ukuran empiris yang lebih baik. Fungsi biaya jangka panjang diestimasi dengan menggunakan cross-sectional regression analysis, dengan metode rekayasa atau survival. Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan kekurangan satu sama lainnya. Studi empiris menunjukkan bahwa kurva LAC mempunyai bagian bawah yang datar atau berbentuk L.
Metodologi statistic yang utama untuk estimasi biaya adalah analisis regresi kuadrat terkecil. Analisis serial waktu yang dilakukan dengan tepat terhadap hubungan biaya satu perusahaan tertentu dapat memberikan estimasi yang sangat baik tentang fungsi biaya variabel jangka pendek sebuah perusahaan. Fungsi ini menunjukkan sifat biaya marjinal dan biaya variabel rata-rata, yang merupakan konsep-konsep yang relevan untuk pengambilan keputusan jangka pendek.
Estimasi statistic untuk biaya jangka panjang umumnya melibatkan analisis regresi lintas-seksional sebagaimana diperbandingkan dengan analisis regresi serial waktu. Disini hubungan biaya/keluaran untuk banyak perusahaan dengan ukuran yang beragam dianalisis untuk menentukan sifat fungsi biaya total untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki skala yang berbeda-beda.
Dua penemuan utama mendominasi pekerjaan para peneliti dalam bidang analisis biaya ini. Dalam jangka pendek, hubungan antara biaya dan keluaran tampaknya paling baik didekati dengan fungsi linier. Ini berarti bahwa biaya marginal bersifat konstan di sepanjang kisaran keluaran yang cukup besar bagi kebanyakan perusahaan. Estimasi jangka panjang umumnya menunjukkan bahwa tingkat pengembalian terhadap skala yang meningkat (biaya rata-rata yang menurun) dimungkinkan sepanjang kisaran keluaran yang rendah di kebanyakan industry, dan kemudian beralih menjadi tingkat pengembalian yang konstan (biaya rata-rata yang konstan) di tingkat keluaran yang lebih tinggi. Tingkat pengembalian terhadap skala yang menurun (biaya rata-rata yang meningkat) tampaknya bukan merupakan sesuatu yang umum di sebagian besar fungsi biaya jangka panjang, bahkan di tingkat keluaran yang sangat tinggi.
Karena kesulitan yang ditemui dalam estimasi biaya statistic, teknik-teknik alternatieve untuk analisis untuk analisis empiris sering dipergunakan. Teknik survivor dan teknik rekayasa adalah dua metode yang umum dipergunakan untuk maksud ini.
Teknik survivor didasari oleh asumsi bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih efisien –perusahaan-perusahaan dengan biaya rata-rata yang lebih rendah –akan memiliki kemungkinan terbesar untuk bertahan. Karena itu dengan meneliti komposisi ukuran dalam sebuah industry di sepanjang waktu kita dapat menentukan sifat hubungan biaya/keluaran.
Teknik rekayasa didasari oleh hubungan fisik yang diekspresikan dalam fungsi produksi sebuah perusahaan. Dengan menggunakan estimasi rekayasa terhadap hubungan masukan/keluaran, kita menentukan system produksi yang optimal dan mengalikan setiap masukan yang diperlukan dengan biayanya untuk menetapkan fungsi biaya. Metode ini terutama berguna untuk mengestimasi hubungan biaya untuk produk baru atau pabrik yang melibatkan teknologi baru, yang untuknya data historis yang diperlukan analisis biaya secara statistic tidak tersedia.
Logistic atau manajemen penawaran berantai merupakan penggabungan di tingkat korporat atas fungsi pembelian, transportasi, pergudangan, distribusi dan pelayanan konsumen dari pada dilakukan sendiri-sendiri secara terpisah di tingkat divisi. Perkembangan algoritma yang baru dan labih cepat, demikian juga computer, pertumbuhan penggunaan manajemen persediaan just-in-time, dan meningkatnya kecenderungan menuju globalisasi produksi dan distribusi dunia saat ini memungkinkan penyebaran yang cepat manajemen logistic di masa mendatang.
Perusahaan dapat menggunakan analisis biaya-volume-laba atau titik impas untuk menentukan tingkat output dan penjualan di mana perusahaan balik modal dapat diperoleh target yang diinginkan. Kelebihan harga jual produk atas biaya variabel rata-rata dari suatu perusahaan disebut dengan “margin kontribusi per unit” karena dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap dari perusahaan dan memperoleh laba. Analisis linear biaya-volume-laba dapat diaplikasikan jika hanya harga dan biaya tetap total terhadap biaya variabel total.

Apabila perusahaan menjadi lebih tuasan, biaya tetap total perusahan naik, dan biaya rata-rata turun, output pada titik impas menjadi lebih besar dan profitabilitas perusahaan menjadi lebih bervariasi. Derajat tuasan operasi atau elastisitas laba terhadap penjualan mengukur persentase seluruh perubahan dari laba total perusahaan akibat 1 persen perubahan dalam output perusahaan atau penjualan.

DAFTAR PUSTAKA

Pappas, L. James, and Mark Hirschey, Ekonomi Manajerial (Edisi Keenam, Jilid II), (terj.) oleh Daniel Wirajaya, (Jakarta Barat: Binarupa Aksara, 1995).

Salvatore, Dominick, Managerial Economics, (terj.) oleh Ichsan Setyo Budi, (Jakarta: Salemba Empat, 2005).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen, Kontroler, dan Akuntansi Biaya

10 mitos KEWIRAUSAHAAN